Reformasi yang di perjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan Otonomi daerah.. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
Rabu, 30 September 2020
Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Akan Meningkatkan Fungsi Pengawasan
Dengan adanya UU No. 22/1999 terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislaif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki “power”. Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa “di daerah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.” Sementara itu yang dimaksudkan dengan Pemerintah Daerah adalah hanya “Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya:” Dan yang penting dari itu adalah “kedudukan” diantara kedua lembaga tersebut bersifat “sejajar dan menjadi mitra.”
Implikasi positif dari berlakunya Undang-undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut dewan akan lebih aktif didalam menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama Kepala Daerah (Bupati dan Walikota).
Dampak lain yang kemudian muncul dalam rangka otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai salah prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi. Untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi diperlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.
Secara umum, lembaga legislatif mempunyai tiga funsi yaitu: 1) fungsi legislasi (fungsi membuat peraturan perundang-undangan), 2) fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran) dan 3) fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Dalam penelitian ini fungsi dewan yang akan dibahas adalah fungsi pengawasan anggaran. Permasalahannya adalah apakah dalam melaksanakan fungsi pengawasan lebih disebabkan pengetahuan dewan tentang anggaran ataukah lebih disebabkan karena permasalahan lain. Disamping itu, apakah partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik juga akan berpengaruh terhadap pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan.
Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan oleh dewan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Dalam hal inin diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan literatur akuntansi khususnya akuntansi sektor publik dalam hal sistem pengendalian manajemen. Implikasi bagi mengembangkan sampel yang lebih luas untuk anggota DPRD Propinsi atau bahkan DPRD Pusat. Diharapkan sampel yang diambil hanya anggota dewan pada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengontrol variabel pengetahuan dengan cara membedakan anggota dewan yang mempunyai masa jabatan lebih dari satu periode. Variabel lain yang dapat diteliti adalah kualitas SDM yang dapat diidentifikasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan.
Bagi masyarakat diharapkan semakin meningkatkan partisipasinya karena terbukti dengan adanya partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan meningkat. Sementara, bagi pemerintah baik eksekutif maupun legislatif diharapkan meningfkatkan transparansi kebijakan publik sehingga akan meningkatkan tingkat pengawasan. Sedangkan bagi partai politik (parpol) diharapkan dapat menkader anggota dengan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM walaupun jabatan sebagai anggota dewan adalah jabatan politis. Dengan meningkatnya kualitas SDM diharapkan akan meningkatkan kinerja dewan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tujuan Utama Pelaporan Keuangan dalam rerangka Konseptual FSAB :
1. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupu...
-
Anggaran Tradisional Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ...
-
A. Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan keuangan negara secara teknis dilaksanakan melalui dua pengurusan, yaitu pengurusan umum/administras...
-
Pengertian tarif sering kali diartikan sebagai daftar harga (sewa, ongkos dan sebagainya) sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulka...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar