Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberi kewenangan penuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan.
Arahan yang diberikan oleh UU No 22 Tahun 1999 sudah sangat baik. Tetapi benarkah ia dapat mewujudkan pemerintah daerah otonom yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel secara berkesinambungan? Jawabannya tergantung pada formula atau rumusan yang diberikan oleh peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya. Apabila semua peraturan pelaksanaan tersebut sudah searah dengan undang-undang tersebut maka kemungkinan untuk mencapai tujuan tersebut akan semakin besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar