Kamis, 01 Oktober 2020

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Pendapatan Asli Daerah

             Indonesia merupakan Negara yang terbagi atas beberapa provinsi dan setiap provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten/kota yang juga setiap kabupaten/kota memiliki pemerintah daerah. Banyaknya daerah di Indonesia membuat pemerintah pusat sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah-daerah. Sehingga untuk memudahkan pelayanan dan penataan pemerintahan, maka pemerintah pusat mengubah kebijakan yang tadinya berasas sentralisasi menjadi desentralisasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Wujud dari kebijakan desentralisasi tersebut adalah lahirnya otonomi daerah.

Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri dan tidak bergantung subsidi dari pusat. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya.
 Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum.
PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Yang mana sesuai dengan Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten/kota, dan diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah tersebut menetapkan 27 jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diberlakukannya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan PAD-nya. Hal ini disebabkan dalam Undang-Undang tersebut menegaskan adanya penambahan 4 jenis pajak, diantaranya 3 jenis pajak kabupaten/kota dan 4 jenis retribusi.
Sementara itu, permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan (Sidik, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tujuan Utama Pelaporan Keuangan dalam rerangka Konseptual FSAB :

 1. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat bagi para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupu...